“Seorang Mukmin adalah (seumpama) cermin bagi Mukmin lainnya”. [HR. Bukhory dalam al Adab & al Thobroni dalam al Awsath]
Dalam hadits tersebut, lagi-lagi Nabi SAW menggunakan bahasa simbol yang sarat akan makna. Kali ini Beliau mengumpamakan fungsi atau tugas seorang Mukmin terhadap Mukmin yang lain seperti halnya fungsi sebuah cermin .
Kita tahu bahwa cermin (yang bening) adalah sebuah benda yang bisa merefleksikan atau memantulkan bayangan dari segala objek yang ada di depannya dengan tingkat akurasi yang tinggi, tajam, dan detil. Ketika kita ingin mengetahui raut wajah kita, apakah sedang kusut atau berseri, maka kita perlu bantuan cermin. Ketika kita ingin mengetahui modis tidaknya pakaian yang kita kenakan, cermin akan dengan ‘senang hati’ memberitahukannya pada kita.
Menurut saya, fungsi cermin semacam inilah yang diharapkan oleh Nabi SAW dari interaksi kita sebagai seorang Mukmin dengan saudara kita sesama Mukmin yang lain. Jika kita melihat kebaikan dan berbagi hal terpuji yang dilakukan oleh mereka, kitapun (harus) berusaha menirunya. Minimal, kita punya kecemburuan dan mempertanyakan diri kita sendiri, kenapa belum bisa melakukan hal terpuji yang sama seperti yang sudah mereka lakukan?. Dan sebaliknya, jika kita melihat hal-hal yang kurang patut, kurang pas, apalagi yang kurang terpuji dari mereka, kitapun tak segan dan tak canggung untuk mengingatkan dan menegur mereka, dengan cara yang baik tentunya [baca: wa tawaashauw bilhaq watawaashauw bish shabr].
Dalam hadits tersebut, lagi-lagi Nabi SAW menggunakan bahasa simbol yang sarat akan makna. Kali ini Beliau mengumpamakan fungsi atau tugas seorang Mukmin terhadap Mukmin yang lain seperti halnya fungsi sebuah cermin .
Kita tahu bahwa cermin (yang bening) adalah sebuah benda yang bisa merefleksikan atau memantulkan bayangan dari segala objek yang ada di depannya dengan tingkat akurasi yang tinggi, tajam, dan detil. Ketika kita ingin mengetahui raut wajah kita, apakah sedang kusut atau berseri, maka kita perlu bantuan cermin. Ketika kita ingin mengetahui modis tidaknya pakaian yang kita kenakan, cermin akan dengan ‘senang hati’ memberitahukannya pada kita.
Menurut saya, fungsi cermin semacam inilah yang diharapkan oleh Nabi SAW dari interaksi kita sebagai seorang Mukmin dengan saudara kita sesama Mukmin yang lain. Jika kita melihat kebaikan dan berbagi hal terpuji yang dilakukan oleh mereka, kitapun (harus) berusaha menirunya. Minimal, kita punya kecemburuan dan mempertanyakan diri kita sendiri, kenapa belum bisa melakukan hal terpuji yang sama seperti yang sudah mereka lakukan?. Dan sebaliknya, jika kita melihat hal-hal yang kurang patut, kurang pas, apalagi yang kurang terpuji dari mereka, kitapun tak segan dan tak canggung untuk mengingatkan dan menegur mereka, dengan cara yang baik tentunya [baca: wa tawaashauw bilhaq watawaashauw bish shabr].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar